Asuhan keperawatan klien dengan perilaku kekerasan
Pengertian
Aggression is harsh physical or
verbal action that reflect rage, hostility, and potential for physical or
verbal destructiveness (varcarolis, 2006 : 490). Agresi adalah sikap atau
perilaku kasar atau kata-kata yang menggambarkan perilaku amuk, permusuhan, dan
potensi untuk merusak secara fisik atau dengan kata-kata.
Perilaku kekerasan merupakan
respons terhadap stressor yang dihadapi oleh seseorang, yang ditunjukkan dengan
perilaku actual melakukan kekerasan, baik pada diri sendiri, orang lain maupun
lingkungan, secara verbal maupun nonverbal, bertujuan untuk melukai orang lain
secara fisik maupun psikologis (berkowitz, 2000).
Suatu keadaan dimana seorang
individu mengalami perilaku yang dapat melukai secara fisik baik terhadap diri
sendiri atau orang lain (Towsend, 1998).
Suatu keadaan dimana klien
mengalami perilaku yang dapat membahayakan klien sendiri, lingkungan termasuk
orang lain dan barang-barang (maramis, 2004).
A.
Proses
Terjadinya Perilaku Kekerasan
1. Factor predisposisi
a. Teori biologic
1) Neurologic factor, beragam
komponen dari sistem syaraf seperti synap, neurotransmitter, dendrite, axon
terminalis mempunyai peran memfasilitasi atau menghambat rangsangan dan
pesan-pesan yang akan memengaruhi sifat agresif. Sistem limbic sangat terlibat
dalam menstimulasi timbulnya perilaku bermusuhan dan respons agresif.
2) Generic factor, adanya factor
gen yang diturunkan melalui orang tua, menjadi potensi perilaku agresif.
Menurut riset Kazuo Marukami (2007) dalam gen manusia terdapat dormant
(potensi) agresif yang sedang tidur dan akan bangun jika terstimulasi oleh
factor eksternal. Menurut penelitian genetic tipe karyo-type XYY, pada umumnya
dimiliki oleh penghuni pelaku tindak criminal serta orang-orang yang tersangkut
hukum akibat perilaku agresif.
3) Cycardian Rhytm (irama sikardian
tubuh), memegang peranan pada individu. Menurut penelitian pada jam-jam
tertentu manusia mengalami peningkatan cortisol terutama pada jam-jam sibuk
seperti menjelang masuk kerja dan menjelang berakhirnya pekerjaan sekitar jam 9
dan jam 13. Pada jam tertentu orang lebih mudah terstimulasi untuk bersikap
agresif.
4) Biochemistry factor (factor
biokimia tubuh) seperti neurotransmitter di otak (epinephrine, norepinephrin,
dopamine, asetilkolin, dan serotonin) sangat berperan dalam penyampaian
informasi melalui sistem persyarafan dalam tubuh, adanya stimulus dari luar
tubuh yang dianggap mengancam atau membahayakan akan dihantar melalui imuls
neurotransmitter ke otak dan meresponnya melalui serabut efferent. Peningkatan
hormone androgen dan norepinephrin serta penurunan serotonin dan GABA pada
cairan cerebrospinal vertebra dapat menjadi factor predisposisi terjadinya
perilaku agresif.
5) Brain area disorder, gangguan
pada sistem limbic dan lobus temporal, sindrom otak organic, tumor otak,
penyakit ensepalitis, epilepsy ditemukan sangat berpengaruh terhadap perilaku
agresif dan tindakan kekerasan.
b.
Teori
psikologik
1) Teori psikoanalisa
Agresivitas dan kekerasan dapat dipengaruhi oleh riwayat
tumbuh kembang seseorang (life span hystori). Teori ini menjelaskan bahwa
adanya ketidakpuasan fase oral antara usia 0-2 tahun dimana anak tidak mendapat
kasih saying dan pemenuhan kebutuhan air susu yang cukup cenderung
mengembangkan sikap agresif dan bermusuhan setelah dewasa sebagai kompensasi
adanya ketidakpercayaan pada lingkungannya. Tidak terpenuhinya ketidakpuasan
dan rasa aman dapat mengakibatkan tidak berkembangnya ego dan membuat konsep
diri yang rendah. Perilaku agresif dan tindak kekerasan merupakan pengungkapan
secara terbuka terhadap rasa ketidakberdayaannya dan rendahnya harga diri
pelaku tindak kekerasan.
2) Imitation, modeling, and
information processing theory
Menurut perilaku ini perilaku kekerasan bisa berkembang dalam
lingkungan yang menolelir kekerasan. Adanya contoh, model dan perilaku yang
ditiru dari media atau lingkungan sekitar
memungkinkan individu meniru perilaku tersebut. Dalam suatu penelitian beberapa
anak dikumpulkan untuk menonton tayangan pemukulan pada boneka dengan reward
positif (makin keras pukulannya akan dikasih cokelat), anak lain menonton
tayangan cara mengasihi dan mencium boneka tersebut dengan reward positif pula
(makin baik belaiannya akan diberi hadiah cokelat). Setelah anak-anak keluar
dan diberi boneka ternyata masing-masing anak berperilaku sesuai dengan
tontonan yang pernah dialaminya.
3) Learning theory
Perilaku kekerasan merupakan hasil belajar individu terhadap
lingkungan terdekatnya. Ia mengamati bagaimana respons ayah saat menerima
kekecewaan dan mengamati bagaimana respons ibu saat marah. Ia juga belajar
bahwa dengan agresivitas lingkungan sekitar menjadi peduli, bertanya,
menanggapi, dan menganggap bahwa dirinya eksis dan patut untuk diperhitungkan.
c.
Teori
sosiokultural
Dalam budaya tertentu seperti rebutan berkah, rebutan uang
receh, sesaji atau kotoran kerbau di keratin, serta ritual-ritual yang cenderung
mengarah pada kemusyrikan secara tidak langsung turut memupuk sikap agresif dan
ingin menang sendiri. Control masyarakat yang rendah dan kecenderungan menerima
perilaku kekerasan sebagai cara penyelesaian masalah dalam masyarakat merupakan
factor predisposisi terjadinya perilaku kekerasan. Hal ini dipicu juga dengan
maraknya demonstrasi, film-film kekerasan, mistik, tahayul dan perdukunan
(santet, teluh) dalam tayangan televisi.
d.
Aspek
religiusitas
Dalam
tinjauan religiusitas, kemarahan dan agresivitas merupaka dorongan dan bisikan
syetan yang sangat menyukai kerusakan agar manusia menyesal (devil support).
Semua bentuk kekerasan adalah bisikan syetan melalui pembuluh darah ke jantung,
otak dan organ vital manusia lain yang dituruti manusia sebagai bentuk
kompensasi bahwa kebutuhan dirinya terancam dan harus segera dipenuhi tetapi
tanpa melibatkan akal (ego) dan norma agama (super ego)
Download Askep Lengkap disini
0 Response to "Asuhan keperawatan klien dengan perilaku kekerasan"
Posting Komentar