asuhan keperawatan kejang demam
Pengertian
Kejang demam adalah bangkitan kejang
terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38° c) yang disebabkan
oleh suatu proses ekstrakranium. Kejang demam sering juga disebut kejang demam tonik-klonik,
sangat sering dijumpai pada anak-anak usia di bawah 5 tahun. Kejang ini
disebutkan oleh adanya suatu awitan hypertermia yang timbul mendadak pada
infeksi bakteri atau virus. (Sylvia A.Price, Latraine M. Wikson, 1995).
Kejang demam adalah bangkitan kejang
yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal lebih dari 38oC)
yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Menurut Consensus Statement on
Febrile Seizures (1980), kejang demam adalah suatu kejadian pada bayiatau anak,
biasanya terjadi antara umur 3 bulan dan 5 tahun, berhubungan dengan demam
tetapi tidak pernah terbukti adanya infeksi intrakranial atau penyebab
tertentu. Anak yang pernah kejang tanpa demam dan bayi berumur kurang dari 4
minggu tidak termasuk. Kejang demam harus dibedakan dengan epilepsi, yaitu yang
ditandai dengan kejang berulang tanpa demam (Kapita Selekta Kedokteran, 2001).
Kejang merupakan suatu perubahan
fungsi pada otak secara mendadak dan sangat singkat atau sementara yang dapat
di sebabkan oleh aktivitas otak yang abnormal serta adanya pelepasan
listrikserebral yang sangat berlebihan. (A. Aziz Amilul Hidayat: 2006)
Dahulu Livingston membagi kejang
demam menjadi 2 golongan, yaitu kejang demam sederhana (simple fibrile
convulsion) dan epilepsi yang diprovokasi oleh demam (epilepsi triggered
of by fever). Definisi ini tidak lagi digunakan karena studi prospektif
epidemiologi membuktikan bahwa risiko berkembangnya epilepsi atau berulangnya
kejang tanpa demam tidak sebanyak yang diperkirakan. Akhir-akhir ini, kejang demam
diklasifikasikan menjadi 2 golongan, yaitu kejang demam sederhana, yang
berlangsung kurang dari 15 menit dan umum, dan kejang demam kompleks, yang
berlangsung lebih dari 15 menit, fokal atau multipel (lebih dari 1 kali kejang
dalam 24 jam). Di sini anak sebelumnya dapat mempunyai kelainan neurologi atau
riwayat kejang demam atau kejang tanpa demam dalam keluarga (Hartanti, 2009).
B.
Klasifikasi kejang
Secara umum jenis kejang di bagi
dalam 2 kategori besar yakni kejang yang bersifat lokal atau dinamakan kejang
parsial dan kejang yang bersifat umum.
1.
Kejang parsial (fokal atau lokal)
Kejang parsial terdiri atas dua
yakni yang bersifat sederhana dan kompleks. Kejang yang sederhana memiliki ciri
sebagai berikut: kesadarannya tidak terganggu, adanya tanda seperti kedutan
pada wajah, tangan atau salah satu bagian sisi tubuh, biasanya disertai dengan
adanya muntah, berkeringat, muka merah, serta adanya dilatasi pada pupil dan
adanya tanda keseimbangan terganggu seperti mau jatuh, adanya rasa takut.
Sedangkan gejala dari kejang parsial
yang kompleks memiliki ciri sebagai berikut: adanya gangguan kesadaran,
meskipun pada awalnya sebagai gejala yang sederhana, adanya gerakan otomatis
seperti mengecap-ngecapkan bibir, gerakan mengunyah atau adanya gerakan tangan.
2.
Kejang umum(konvulsif dan nonkonvulsif)
Kejang umum dapat terdiri atas
kejang absens, kejang mioklonik, kejang tonik klonik, kejang atonik, status
epileptikus. Kejang tersebut memiliki ciri yang berbeda-beda seperti berikut:
a.
Kejang mioklonik memiliki ciri adanya kedutan pada daerah otot yang dapat
terjadi secara mendadak, sedangkan kejang mioklonik lanjutan dapat terjadi pada
orang sehat selama tidur dan bila kondisi patologis dapat bersifat kedutan dan
berlangsung kurang dari 5 detik serta kehilangan kesadaran hanya sesaat.
b.
Kejang tonik klonik dapat ditandai dengan hilangnya kesadaran, kaku pada otot
ekstremitas, batang tubuh dan wajah, yang dapat terjadi kurang dari 1 menit,
kemudian disertai hilangnya kontrol pada kandung kemih dan usus, adanya gerakan
klonik pada ekstremitas atas dan bawah, serta adnya tanda alergi.
c.
Pada kejang atonik dapat terjadi kehilangan tonus secara mendadak sehingga
dapat menyebabkan kelopak mata menurun, kepala menunduk, dan dapat jatuh ke
tanah yang terjadi secara singkat tanpa adanya peringatan.
d.
Status epileptikus dapat didahului dengan kejang tonik klonik umum secara
berulang, tidak sadar, dapat terjadi depresi pernafasan, hipotensi, dan
hipoksia. (A.Aziz Alimul Hidayat:2006)
C.
Etiologi
Kejang dapat disebabkan oleh
berbagai kondisi patologis, termasuk tumor otak, trauma, bekuan darah pada
otak, meningitis, ensefalitis, gangguan elektrolit, dan gejala putus alkohol
dan obat gangguan metabolik, uremia, overhidrasi, toksik subcutan dan anoksia
serebral. Sebagian kejang merupakan idiopati (tidak diketahui etiologinya).
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan kejang demam selain yang di jelaskan di
atas yaitu:
1.
Obat-obatan
Racun, alkohol, obat yang di minum berlebihan.
2.
Ketidakseimbangan kimiawi
Hiperkalemia, hipoglikemia dan asidosis.
3.
Demam
Paling sering terjadi pada anak balita.
4.
Patologis otak
Akibat dari cidera kepala, trauma, infeksi,
peningkatan intrakranial.
5.
Eklampsia
Hipertensi prenatal, toksemia gravidarum.
6.
Idiopatik
Penyebabnya tidak di ketahui.
Faktor-faktor yang mempengaruhi
terjadinya kejang demam selain oleh karena meningkatnya suhu tubuh adalah
sebagai berikut:
1.
Umur
a.
Kurang lebih 3% dari anak yang berumur di bawah 5 tahun pernah mengalami kejang
demam.
b.
Jarang terjadi pada anak berumur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun.
c.
Insiden tertinggi di dapatkan pada umur 2 tahun dan menurun setelah berumur 4
tahun.
Hal ini disebabkan adanya kenaikan ambang kejang
sesuai dengan bertambahnya umur.
2.
Jenis kelamin
Kejang demam lebih sering didapatkan pada anak
laki-laki daripada anak perempuan dengan perbandingan 2:1. Hal tersebut
disebabkan oleh karena pada wanita didapatkan kematangan otak lebih cepat
dibandingkan laki-laki.
3.
Suhu badan
Adanya kenaikan suhu badan merupakan suatu syarat
terjadinya kejang demam. Tingginya suhu badan pada saat timbulnya serangan
merupakan nilai ambang kejang. Ambang kejang berbeda-beda untuk setiap anak,
berkisar 38,3 - 41,4adanya perbedaan ambang kejang ini dapat
menerangkan mengapa pada seseorang anak baru timbul kejang sesudah suhu
meningkat sangat tinggi sedangkan pada anak lainnya kejang sudah timbul
walaupun suhu meningkat tidak terlalu tinggi.
4. Faktor Keturunan
Factor keturunan memegang
peranan penting untuk terjadinya kejang demam. Beberapa penulis mendapatkan
25-50% daripada anak dengan kejang demam mempunyai anggota keluarga yang pernah
mengalami kejang demam sekurang-kurangnya sekali. (http://www.benih.net/lifestyle/kesehatan/gejala-kejang-demam-pada-anak-balita-1.html).
D.
Patofisiologi
Untuk mempertahankan kelangsungan
hidup sel atau organ otak diperlukan energi yang didapat dari metabolisme.
Bahan baku untuk metabolisme otak yang terpenting adalah glukosa, sifat proses
itu adalah oxidasi dengan perantara fungsi paru-paru dan diteruskan ke otak
melalui system kardiovaskuler.
Berdasarkan hal diatas bahwa energi otak adalah
glukosa yang melalui proses oxidasi, dan dipecah menjadi karbon dioksidasi dan
air. Sel dikelilingi oleh membran sel. Yang terdiri dari permukaan dalam yaitu
limford dan permukaan luar yaitu tonik. Dalam keadaan normal membran sel neuron
dapat dilalui oleh ion Na+ dan elektrolit lainnya, kecuali ion clorida.
Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah.
Sedangkan didalam sel neuron terdapat keadaan sebaliknya, karena itu perbedaan
jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel. Maka terdapat perbedaan
membran yang disebut potensial membran dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan
potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na, K, ATP yang
terdapat pada permukaan sel.
Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah dengan
perubahan konsentrasi ion di ruang extra selular, rangsangan yang datangnya
mendadak misalnya mekanis, kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya.
Perubahan dari patofisiologisnya membran sendiri karena penyakit atau
keturunan. Pada seorang anak sirkulasi otak mencapai 65 % dari seluruh tubuh di
banding dengan orang dewasa 15 %. Dan karena itu pada anak tubuh dapat mengubah
keseimbangan dari membran sel neuron dalam singkat terjadi difusi di ion K+
maupun ion Na+ melalui membran tersebut dengan akibat terjadinya lepasnya
muatan listrik.
Lepasnya muatan listrik ini sedemikian besarnya
sehingga dapat meluas keseluruh sel maupun membran sel sekitarnya dengan
bantuan bahan yang disebut neurotransmitter sehingga mengakibatkan terjadinya
kejang. Kejang yang yang berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya dan
tidak meninggalkan gejala sisa.
Tetapi kejang yang berlangsung lama lebih 15 menit
biasanya disertai apnea, Na meningkat, kebutuhan O2 dan energi untuk kontraksi
otot skeletal yang akhirnya terjadi hipoxia dan menimbulkan terjadinya asidosis
Pathway kejang demam :
Penyakit infeksi (extra cranial)
Kenaikan suhu
Disfungsi neurologis pada jaringan serebral
Episode paroksisimal berulang (kejang)
Resiko
cidera
suplay oksigen menurun
Potensial cidera otak
E.
Manifestasi klinik
Terdapat 2 jenis kejang demam yaitu:
1.
Kejang demam sementara
a.
Umur antara 6 bulan-4 tahun
b.
Lama kejang <15 menit
c.
Kejang bersifat umum
d.
Kejang terjadi dalam waktu 16 jam setelah timbulnya demam.
e.
Tidak ada kelainan neurologis, baik klinis maupun laboratorium.
f.
EEG normal 1 minggu setelah bangkitan kejang
2.
Kejang demam komplikasi
Di luar kriteria yang di sebutkan di manifestasi
kejang demam sementara
F.
Komplikasi kejang demam
1.
Hipoksia
2.
Hiperpireksia
3.
Asidosis
4.
Renjatan atau sembab otak
G.
Fase-fase kejang demam
1.
Fase Prodromal
Perubahan alam perasaan atau tingkah laku yang mungkin
mengawali kejang beberapa jam/hari.
2.
Fase iktal
Merupakan aktivitas kejang yang biasanya terjadi
gangguan muskuloskeletal.
3.
Fase postiktal
Periode waktu dari kekacauan mental atau somnolen,
peka rangsang yang terjadi setelah kejang tersebut.
4.
Fase aura
Merupakan awal dari munculnya aktivitas kejang, yang
biasanya berupa gangguan penglihatan dan pendengaran.
H.
Penatalaksanaan medik
1.
Pemberian diazepam
a.
Dosis awal: 0,3 – 0,5mg/kgbb/dosis iv (perlahan)
b.
Bila kejang belum berhenti dapat di ulang dengan dosis ulangan setelah 20 menit
2.
Turunkan demam
a.
Antipiretik: parasetamol/ salisilat 10mg/kg bb/ dosis.
b.
Kompres air biasa.
3.
Penanganan suportif
a.
Bebaskan jalan nafas
b.
Beri zat asam
c.
Jaga keseimbangan cairan dan elektrolit
d.
Pertahankan tekanan darah
I.
Pencegahan kejang demam
1.
Pencegahan berkala (intermitten) untuk kejang demam sederhana. Beri diazepam
dan antipiretik pada penyakit yang di sertai demam.
2.
Pencegahan kontinu untuk kejang komplikata
a.
Fenobarbital: 5-7 mg/kg bb/ 24 jam di bagi 3 dosis
b.
Fenotoin : 2-8 mg/kg bb/24 jam 2-3 dosis
c.
Klonazepam : indikasi khusus.
3.
Diberikan sampai 2 tahun bebas kejang atau sampai umur 6 tahun.
J.
Pemeriksaan diagnostik
1.
Elektrolit: tidak seimbang dapat berpengaruh pada aktivitas kejang.
2.
Glukosa: hipoglikemia dapat menjadi presipitasi (pencetus) kejang.
3.
Ureum/kreatinin: dapat meningkatkan resiko timbulnya aktivitas kejang.
4.
Kadar obat dalam serum: untuk membuktikan batas obat anti konvulsi yang
terapetik.
5.
Elektroensepalogram (EEG): dapat melokalisir daerah serebral yang tidak
berfungsi dengan baik, mengukur aktivitas otak.
2. ASUHAN KEPARAWATAN KEJANG DEMAM
1.
PENGKAJIAN
Pengumpulan data pada kasus kejang demam ini meliputi:
a.
Data subjektif
1.
Biodata/identitas
Biodata anak mencakup umur, jenis kelamin.
Biodata orang tua perlu dipertanyakan untuk mengetahui
status sosial anak meliputi nama, umur, agama, suku/bangsa, pendidikan,
pekerjaan, penghasilan, alamat.
2.
Riwayat penyakit
a.
Riawayat penyakit yang diderita sekarang tanpa kejang ditanyakan: apakah betul
ada kejang? Diharapkan ibu atau keluarga yang mengantar dianjurkan menirukan
gerakan kejang si anak.
b.
Apakah disertai demam? Dengan mengetahui ada tidaknya demam yang menyertai kejang,
maka diketahui apakah infeksi memegang peranan dalam terjadinya bangkitan
kejang. Jarak antara timbulnya kejang dengan demam.
c.
Lama serangan. Seorang ibu yang anaknya mengalami kejang merasakan waktu
berlangsung lama. Lama bangkitan kejang kita dapat mengetahui kemungkinan
respon terhadap prognosa dan pengobatan.
d.
Pola serangan
·
Perlu diusahakan agar diperoleh gambaran lengkap mengenai pola serangan apakah
bersifat umum, fokal, tonik, klonik?
·
Apakah serangan berupa kontraksi sejenak tanpa hilang kesadaran seperti
epilepsi mioklonik?
·
Apakah serangan berupa tonus otot hilang sejenak disertai gangguan kesadaran
seperti epilepsi akinetik?
·
Apakah serangan dengan kepala dan tubuh mengadakan fleksi sementara tangan naik
sepanjang kepala, seperti pada spasme infantile?
Pada kejang demam sederhana ini bersifat umum.
e.
Frekuensi serangan. Apakah penderita mengalami kejang sebelumnya, umur berapa
kejang terjadi untuk pertama kali, dan berapa frekkuensi kejang per tahun.
Prognosa makin kurang baik apabila kejang timbul pertama kali pada umur muda
dan bangkitan kejang sering timbul.
f.
Kejang sebelum, selama dan sesudah serangan. Sebelum kejang perlu ditanyakan
adakah aura atau rangsangan tertentu yang dapat menimbulkan kejang dan
lain-lain. Dimana kejang dimulai dan bagaimana menjalarnya. Sesudah kejang
perlu ditanyakan apakah penderita segera sadar, tertidur, kesadaran menurun,
ada paralise, menangis dan sebagainya?
g.
Riwayat penyakit sekarang yang menyertai. Apakah muntah, diare, trauma kepala,
gagap bicara (khususnya pada penderita epilepsi), gagal ginjal, kelainan
jantung, DHF, ISPA, OMA, morbili dan lain-lain.
h.
Riwayat penyakit dahulu
·
Sebelum penderita mengalami serangan kejang ini ditanyakan apakah penderita
pernah mengalami kejang sebelumnya, umur berapa saat kejang terjadi untuk
pertama kali?
·
Apakah ada riwayat trauma kepala,radang selaput otak, KP, OMA dan
lain-lain.
i.
Riwayat kehamilan dan persalinan. Keadaan ibu sewaktu hamil pertrimester,
apakah ibu pernah mengalami infeksi atau sakit panas sewaktu hamil. Riwayat
trauma, perdarahan pervaginam sewaktu hamil, penggunaan obat-obatan maupun jamu
selama hamil. Riwayyat persalinan ditanyakan apakah sukar, spontan atau dengan
tindakan (forcep/vakum),perdarahan antepartum,asfiksia dan lain-lain. Keadaan
selama neonatal apakah bayi panas, diare, muntah, tidak mau menyusu dan
kejang-kejang.
j.
Riwayat imunisasi. Jenis imunisasi yang sudah didapatkan dan belum ditanyakkan
serta umur mendapatkan imunisasi DPT efek sampingnya adalah panas yang dapat
menimbulkan kejang.
k.
Riwayat perkembangan
Ditanyakan kemampuan perkembangan meliputi:
·
Personal sosial (kepribadian/tingkah laku sosial): berhubungan dengan kemampuan
mandiri, bersosialisasi, dan berinteraksi dengan lingkungannya.
·
Gerakan motorik halus: berhubungan dengan kemampuan anak untuk mengamati
sesuatu, melakukan gerakan yang melibatkan bagian-bagian tubuh tertentu saja
dan dilakukan otot-otot kecil memerlukan kordinasi yang cermat, misalnya
menggambar, memegang suatu benda, dan lain-lain.
·
Gerakan motorik kasar: berhubungan dengann pergerakan dan sikap tubuh.
·
Bahasa : kemampuan memberikan respon terhadp suara, mengikuti perintah dan
berbicara spontan.
l.
Riwayat kesehatan keluarga
·
Adakah anggota keluarga yang menderita kejang (+25% penderita kejang demam
mempunyai faktor turunan)
·
Adakah anggota keluarga yang menderita penyakit saraf atau lainnya.
·
Adakah anggota keluarga yang menderita penyakit seperti ISPA, diare atau
penyakit infeksi menular yang dapat mencetuskan terjadinya kejang demam.
m.
Riwayat sosial
·
Untuk mengetahui perilaku anak dan keadaan semosionalnya perlu dikaji siapakah
yang mengasuh anak?
·
Bagaimana hubungan dengan anggota keluarga dan teman sebayanya?
n.
Pola kebiasaan dan fungsi kesehatan
·
Ditanyakan keadaan sebelum dan selama sakit bagaimana?
·
Pola kebiasaan dan fungsi ini meliputi:
-
Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat
-
Gaya hidup yang berkaitan dengan kesehatan, pengetahuan tentang kesehatan,
pencegahan dan kepatuhan pada setiap perawatan dan tindakan medis?
-
Bagaimana pandangan terhadap penyakit yang diderita, pelayanan kesehatan yang
diberikan, tindkan apabila ada anggota keluarga yang sakit, penggunaan
obat-obatan pertolongan pertama.
o.
Pola nutrisi
·
Untuk mengetahui asupan nutrisi kebutuhan gizi anak. Ditanyakan bagaimana
kualitas dan kuantitas dari makanan yang dikonsumsi oleh anak?
·
Makanan apa saja yang di sukai dan yang tidak? Bagaimana selera makan anak?
Berapa kali minum, jenis dan jumlahnya perhari?
p.
Pola eliminasi
·
BAK: ditanyakan frekuensinya, jumlahnya, secara makroskopis ditanyakan
bagaimana warna, bau, dan apakah terdapat darah? Serta ditanyakan apakah
disertai nyeri saat anak kencing.
·
BAB: ditanyakan kapan waktu BAB, teratur atau tidak? Bagaimana konsistensinya
lunak, cair, atau berlendir?
q.
Pola aktivitas dan latihan
·
Apakah anak senang bermain sendiri atau dengan teman sebayanya?
·
Berkumpul dengan keluarga sehari berapa jam?
·
Aktivitas apa yang disukai?
r.
Pola istirahat/tidur
·
Berapa jam sehari tidur?
·
Mulai tidur jam berapa?
·
Bangun tidur jam berapa?
·
Kebiasaan sebelum tidur, bagaimana dengan tidur siang?
b.
Data Objektif
1.
Pemeriksaan umum.
Pertama kali perhatikan tekanan darah, nadi, respirasi
dan suhu. Pada kejang demam sederhana akan didapatkan suhu tinggi sedangkan
kesadaran setelah kejang akan kembali normal seperti sebelum kejang tanpa
kelainan neurologi.
2.
Pemeriksaan fisik
o
Kepala
Adanya tanda-tanda mikro atau makrosepali? Adakah
dispersi bentuk kepala? Apakah tanda-tanda kenaikan tekanan intrakranial, yaitu
ubun-ubun besar cembung, bagaimana keadaan ubun-ubun besar menutup atau belum?
o Rambut
Dimulai warna, kelebatan, distribusi serta
karakteristik lain rambut. Pasien dengan malnutrisi energi protein mempunyai
rambut jarang, kemerahan seperti rambut jagung dan mudah dicabut tanpa
menyebabkan rasa sakit pada pasien.
o Muka
/ wajah
Paralisis fasialis menyebabkan asimetris wajah, sisi
yang paresis tertinggal bila anak menangis atau tertawa, sehingga wajah
tertarik ke sisi sehat. Adakah tanda rhisus sardonicus, opistotonus, trismus?
Apakah ada gangguan nervus kranial?
o Mata
Saat serangan kejang terjadi dilatasi pupil, untuk itu
periksa pupil dan ketajaman penglihatan. Apa keadaan sklera dan konjungtiva?
o Telinga
Periksa fungsi telinga, kebersihan telinga serta
tanda-tanda adanya infeksi seperti pembengkakan dan nyeri di daerah belakang
telinga, keluar cairan dari telinga, berkurangnya pendengaran?
o Hidung
Apakah ada pernafasan cuping hidung? Polip yang
menyumbat jalan nafas? Apakah keluar sekret, bagaimana konsistensinya,
jumlahnya?
o Mulut
Adakah tanda-tanda sardonicus? Adakah cyanisis?
Bagaimana keadaan lidah? Adakah stomatitis? Berapa jumlah gigi yang tumbuh?
Apakah ada caries gigi?
o Tenggorokan
Adakah tanda-tanda peradangan tonsill? Adakah
tanda-tanda infeksi faring, cairan eksudat?
o Leher
Adakah tanda-tanda kakuk kuduk, pembesaran kelenjar
tiroid? Adakah pembesaran vena jugularis?
o Thorax
Pada infeksi, amati bentuk dada pasien, bagaimana
gerak pernafasan, frekuensinya, irama, kedalaman,adakah retraksi intercostale?
Pada auskultasi, adakah suara nafas tambahan?
o Jantung
Bagaimana keadaan dan frekwensi jantung serta
iramanya? Adakah bunyi tambahan? Adakah bradikardi atau takikardy?
o Abdomen
Adakah distensi abdomen serta kekakuan otot pada
abdomen? Bagaimana turgor kulit dan pperistaltik usus? Adakah tanda
meteorismus? Adakah pembesaran lien dan hepar?
o Kulit
Bagaimana keadaan kulit baik kebersihan maupunn
warnanya? Apakah terdapat edema, hemangioma? Bagaimana keadaan turgor kulit?
o Ekstremitas
Apakah terdapat edema, atau paralise terutama setelah
terjadi kejang? Bagaimana suhunya pada daerah akral?
o Genitalia
Adakah kelainan bentuk edema, sekret yang keluar dari
vagina, tanda-tanda infeksi?
2.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
a.
Resiko trauma fisik berhubungan dengan kurangnya koordinasi otot/kejang
b.
Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi
3.
INTERVENSI KEPERAWATAN
a.
Diagnosa keperawatan 1
Resiko trauma fisik berhubungan dengan kurangnya
koordinasi otot/kejang
Tujuan : risk detetction
Kriteria hasil:
·
Tidak terjadi trauma fisik selama perawatan
·
Mempertahankan tindakan yang mengontrol aktivitas kejang
·
Mengidentifikasi tindakan yang harus diberikan ketika terjadi kejang.
·
Pengetahuan tentang resiko
·
Memonitor faktor resiko dari lingkungan
Rencana Tindakan : NIC : pencegahan jatuh
Intervensi
|
Rasional
|
1.
Beri pengaman pada sisi tempat tidur dan penggunaan tempat tidur yang rendah.
2.
Tinggallah bersama klien selama fase kejang.
3.
Berikan tongue spatel diantara gigi atas dan bawah.
4.
Letakkan klien di tempat yang lembut.
5.
Catat tipe kejang (lokasi,lama) dan frekuensi kejang.
6.
Catat tanda-tanda vital sesudah fase kejang.
|
1.
Meminimalkan injuri saat kejang.
2.
Meningkatkan keamanan klien.
3.
Menurunkan resiko trauma mulut.
4.
Membantu menurunkan resiko injuri fisik pada ekstremitas ketika kontrol otot
volunter berkurang
5.
Membantu menurunkan lokasi area cerebral yang terganggu.
6.
Mendeteksi secara dini keadaan yang abnormal.
|
b.
Diagnosa keperawatan 2
Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi
Tujuan : Thermoregulation
Kriteria Hasil :
·
Suhu tubuh dalam rentang normal
·
Nadi dan respirasi dalam rentang normal
·
Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing.
Rencana Tindakan : NIC : Fever treatment
Rencana Tindakan : NIC : Fever treatment
Intervensi
|
Rasional
|
1.
Kaji faktor-faktor terjadinya hipertermi.
2.
Observasi tanda-tanda vital tiap 4 jam sekali.
3.
Pertahankan suhu tubuh normal
4.
Ajarkan pada keluarga memberikan kompres dingin pada kepala/ketiak
5.
Anjurkan untuk menggunakan baju tipis dan terbuat dari kain katun.
6.
Atur sirkulasi udara ruangan.
7.
Beri ekstra cairan dengan menganjurkan pasien banyak minum
8.
Batasi aktivitas fisik.
|
1.
Mengetahui penyebab terjadinya hipertermi karena penambahan pakaian/selimut
dapan menghambat penurunan suhu.
2.
Pemantauan tanda vital yang teratur dapat menentukan perkembangan keperawatan
yang selanjutnya.
3.
Suhu tubuh dapat dipengaruhi oleh tingkat aktivitas, suhu lingkungan,
kelembaban meninggikan pengaruh panas atau dinginnya tubuh.
4.
Proses konduksi/perpindahan panas dengan suatu bahan perantara.
5.
Proses hilangnya panas akan terhalangi oleh pakaian tebal dan tidak dapat
menyerap keringat.
6.
Penyediaan udara bersih
7.
Kebutuhan cairan meningkat karena penguapan tubuh meningkat.
8.
Aktivitas meningkatkan metabolisme dan meningkatkan panas.
|
Makasih nih atas postingannya,,hehehe